Kalau kamu harus memilih antara cita-cita dan keluarga? Yang mana yang akan kamu pilih? Kata Nasehat banyak orang , kita manusia harus cari tahu apa maunya Kita. Tapi sulit bagi gue untuk mencari tahu dan gue tidak punya banyak waktu untuk menunggu.
Berbisnis sudah jadi bagian diri gue yang ga mungkin dilepasin gitu aja. Beberapa bisnis gue, walaupun nggak berhasil dan wah, telah berhasil menghasilkan sesuatu.
Dan gue ingin mengejar prestasi yang lebih lagi dalam bidang usaha. Ibarat rumah, fondasi gue bahkan belum selesai dibangun. Tapi gue sudah dihadapkan pada kenyataan, bahwa gue harus memilih meneruskan membangun fondasi itu atau berhenti dan tinggal di rumah tua yang butuh perawatan. Dan rumah tua ini adalah orang tua gue sendiri. Sorry kalau perumpamaan gue agak ga nyambung dan kejam. Tapi gue yakin kalian ngerti maksud gue.
Intinya, temen-temen semuaaaaaaaaaaaaa… gue sedang dilema gundah gulana berat!!! Lebih berat dari gajah, tronton, kereta barang, atau apa pun di dunia ini menurut gue berat. Gue yakin hal ini akan kalian alami atau mungkin sudah kalian alami juga.
Saat ini, gue sedang dalam keadaan bekerja. gua lulusan smk 1 tahun yang lalu, dan ini lagi menikmati yang namanya mencari uang hasil keringat sendiri.
Gue tuh bingung, setelah selama satu tahun untuk bekerja dan nganggur untuk tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
tahun ini dorongan itu pun datang lagi baik dari pihak keluarga maupun orang tua gue,
“Halah, B O D O A M A T sih!! ngapain nolak di suruh kuliah?” pasti kalian mikirnya kurang lebih kayak gitu.
Ini pertimbangan hidup dan mati nih.
Masalahnya, Bokap gue tuh udah pensiun , udah hampir 50 tahunan, udah nggak semangat dan nggak sekuat dulu mencari uang nya,
itu yang gue pertimbangi sampe sekarang. dari pada menghambur hamburi uang untuk biaya kuliah gue lebih baik di simpen untuk masa yang akan dateng.
gue selalu berfikir nasib apa yang bakal menanti gue kalau gue sarjana? Paling mentok jadi PNS itu aja belom pasti. Lalu, bantu Bokap urusin sawah, bantuin di perkebunan sayuran yang di dijalani nya dan menjadi hobinya.
Itu artinya, gue ga mungkin bisa jadi pengusaha lagi seperti apa yang gue impikan selama ini. Lalu apa arti kuliah 4 tahun yang gue jalani?, selama itu buang buang waktu? gue ingin sesuatu yang beda, namun keadaan tidak mendukung gue untuk itu. How I hate this condition.
Banyak orang bilang, “serahkan sama Tuhan.” Mudah bagi mereka mengatakan itu ketika mereka hidup bermandikan dan terlahir banyak uang dan tidak berada di posisi gue. Bukan berarti gue ga percaya Tuhan, tapi gue benci sama orang yang ngomong tapi ga ngerti apa-apa tentang keadaan gue.
Sebenarnya gue bisa saja bersikeras tetap nggak ngelanjuti kuliah atau bahkan selalu mencoba bisnis baru untuk mengejar mimpi gue, tanpa harus mikirin orang rumah. Toh, kalau berhasil mereka juga yang senang! Tapi ga bisa!!!!!
nggak bisaaaaaa!!!!
Gue anak tunggal, tau tunggal ?
yap Satu? Semata Wayang!!! .
Gue juga ingin berbakti sama Bokap gue. Selama gue sekolah dulu, dia telah memberikan segala yang terbaik buat gue. apa yang gue mau pasti selalu ada. Sejak masa jayanya hingga masa pasang surutnya perekonomian Keluarga.
Nanti, di masa tuanya gue ingin sekali dia beristirahat di rumah. Duduk-duduk santai menikmati indahnya masa tua sambil baca koran duduk di depan teras dan biarkan gue yang mengurus segalanya.
Apa lagi yang bisa gue lakukan untuk menyenangkan dia selain menuruti kemauannya?
Oh ya! Jangan pernah membayangkan sosok pria yang baik hati dan murah senyum sebagai Bokap gue. Bokap gue orang paling keras dan disiplin yang pernah gue temui. Dia menggunakan kakinya untuk ‘menegur’ gue. Sabuk untuk ‘merangkul’ gue ketika gue membantah.Tapi gue bersyukur dengan semua didikannya. Karena itulah tanda kasihnya.
Gue yakin, Bokap gue, atau orang tua manapun di dunia ini ga akan pernah menuntut balasan atas segala yang telah mereka berikan kepada anaknya. Their love is for free! Dan walaupun ga bisa memberikan sebanyak yang Bokap gue telah berikan, ingin sekali rasanya membalas kasih dan cintanya.
Gue tidak mengeluhkan jatuh bangun keuangan yang terjadi dalam keluarga gue. Yang gue sesali adalah gue tidak punya kesempatan untuk merubah itu sesuai cara yang gue mau.
Ingin rasanya teriak, nangis! Tapi gue ga punya tempat. Ketika masih kecil dulu, gue selalu ngadu ke mbah atau engkong gue sebagai pelabuhan ketika sedih atau marah. Ketika gede gue ga punya tempat mengadu.
Teman? Jangan pikir gue ga punya teman gitu laaaaaaah… punya kok, punyaaa… Hanya saja, mereka bukan sosok yang gue bisa percaya. Mungkin gue terlalu perfeksionis dalam persahabatan? Bisa jadi. Sebab ga ada satu manusia pun di dunia ini yang gue percaya. Gue ga mungkin membicarakan masalah seperti ini sama teman-teman gue yang mungkin ga peduli juga sama hal ini. Dan ga penting juga bagi gue untuk berbagi dengan mereka. Mereka toh juga ngga bisa bantu gue. Jadi, ibarat membuang garam di laut.
Satu-satunya hal yang bisa bikin gue lega saat ini adalah menulis. Yah, bisa dibilang semacam terapi khusus buat orang yang sedang sedih dan nggak ada tempat mengadu nya...
Sepertinya, gue ga perlu jawaban harus milih apa untuk masa depan gue? Jawabannya sudah pasti.
Sudah digariskan sejak gue lahir sebagai
"Rian Hidayatullah", anak tunggal dari keluarga yang biasa-biasa saja dan menjalani hidup yang biasa demi keluarga.
Parah! Padahal, deep in my heart I wanna be different, I wanna be more than just enough.
Gue ingin sukses dengan cara gue dan meraih SE-GA-LA-NYA dan menyenangkan SE-MUA-NYA… But life must go on and I have to see the reality.
apapun pendapat kalian setelah baca tulisan ini tolong bantu saran dan comen nya gan, bantu gue agar dapet pencerahan :) thanks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar